Selasa, 20 November 2012

Upacara Dawuan di Kaki Gunung Lawu



KOMPAS.com - Sabtu (17/11/2012) siang itu, kabut tebal menyelimuti area Candi Cetho di lereng barat Gunung Lawu, di Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Candi tersebut dapat ditempuh dalam waktu sekitar dua jam perjalanan dari pusat kota Solo.


Siapa pun yang ingin mengunjungi candi tersebut harus berhadapan dengan beberapa tikungan tajam, tanjakan curam, dan kabut tebal. Dengan kabut tebal dan udara dingin, suasana mistis Candi Cetho begitu terasa. Belum lagi, saat itu keheningan terasa menyelimuti Candi Cetho.
Saat saya tiba, hanya ada beberapa kelompok kecil wisatawan dalam negeri yang tampak berlalu lalang. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut, saya yang saat itu terpukau dengan suasana mistis, tangga-tangga tinggi, gapura, dan bentuk candi segera bersiap mengeluarkan kamera.

Sayangnya, hanya berselang beberapa menit, gerimis mulai turun dan semakin deras. Saya sempat berpikir bahwa keinginan saya untuk mengabadikan candi tersebut kandas sudah. Ketika saya tengah mencoba mencari tempat berteduh, tiba-tiba beberapa orang penduduk lokal memasuki area candi dengan membawa gembolan berwarna-warni.

Karena penasaran, saya pergi mengikuti mereka. Ternyata mereka akan mengadakan Upacara Dawuan. Upacara ini merupakan bentuk ucapan syukur penduduk setempat pada penguasa alam semesta atas mata air yang menghidupi mereka. Upacara tersebut bertempat di Puri Saraswati. Puri Saraswati atau Puri Taman Saraswati merupakan bentuk tali persaudaraan antara masyarakat Dukuh Cetha dan sekitarnya dengan masyarakat Gianyar, Bali. Puri tersebut hanya berjarak beberapa meter di belakang Candi Cetho.

Lewat jalan setapak, pengunjung Candi Cetho juga dapat mengunjugi tempat tersebut. Syaratnya, pengunjung harus rela melepaskan alas kaki dan jika ingin, pengunjung juga dapat memberikan sumbangan untuk pengelolaan tempat rekreasi sekaligus tempat ibadah tersebut.

Satu demi satu penduduk setempat mulai berkumpul. Penduduk yang berkumpul terdiri dari berbagai usia. Mulai dari anak-anak kecil hingga orang tua antusias berkumpul di Puri Saraswati. Tentunya, setiap keluarga hadir dengan membawa gembolan. Gembolan-gembolan yang mereka bawa hampir semuanya berwana sangat menarik.

Isi gembolan tersebut ternyata beberapa lauk makanan seperti ayam bakar, bothok, tahu dan tempe bacem, urap, serta tidak ketinggalan nasi putih yang dicetak berbentuk kerucut atau tumpeng mini.

Setelah pemangku adat setempat membuka acara, beberapa anak muda mulai membuka satu per satu gembolan yang telah dipersiapkan penduduk dari rumah masing-masing. Lauk pauk dan nasi dijadikan satu, kemudian dibagikan kembali. Tidak ada yang tertinggal, semua yang hadir, termasuk saya, mendapatkan jatah makanan tersebut.

Tidak semua yang hadir dalam acara tersebut menghabiskan makan siang mereka di tempat itu. Beberapa keluarga memilih untuk menampung makanan yang mereka terima dan membawanya pulang. Upacara tersebut hanya memakan waktu sekitar setengah jam.

Dalam waktu relatif singkat, Puri Saraswati kembali hening. Saya dapat menikmati keindahan Puri Saraswati tersebut lengkap dengan matahari yang mulai bersinar malu-malu, air mancur dua tumpuk dengan patung Dewi Saraswati bersama dua angsa, serta mata air yang ada di luar area air mancur.

Editor :I Made Asdhiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar