KOMPAS.com - Laut Indonesia seakan tak habis memberikan cerita, dari mulai ikan-ikan, terumbu karang, sampai yang tak sengaja tersimpan disana, yaitu kapal-kapal naas, yang karam saat mengarungi lautan.
Siapa sangka di dalam kapal yang karam tersebut, sering tersimpan 'harta karun' berupa keramik, logam atau mungkin emas, berasal dari muatan yang dibawa oleh para saudagar yang berlayar pada zaman dahulu.
"Kita mengklaim nenek moyangku orang pelaut," ungkap Cahyo Alkantara, seorang Traveler pada Talkshow dalam rangkaian acara Jejak-jejak Karam, di Museum Nasional, Jakarta, Senin (12/11/2012).
"Ya ungkapan itu telah kita dengar sejak kita masih anak-anak," tambah Cahyo.
"Tapi, apa benar kita telah benar-benar mencintai laut kita?" tanya Cahyo.
Seringkali, benda muatan kapal tenggelam (BMKT) yang seharusnya menjadi warisan budaya tersebut, justru tidak tersimpan di museum di Indonesia, ada pula yang justru menjadi milik negara lain.
Contohnya kapal Arab, bernama Jewel of Muscat, yang tenggelam di sekitar lautan Bangka-Belitung. Di dalamnya ditemukan sekitar 48.000 benda berharga seperti keramik, logam, kaca, kayu, gading, batu, dan tulang. Namun kini, sebagian koleksi disimpan di Museum Maritim di Singapura.
Nah, untuk menyadarkan dan mengingatkan akan kayanya hasil laut Indonesia kepada masyarakat luas, Museum Nasional atau yang lebih dikenal dengan Museum Gajah, menggelar pameran "Jejak-jejak Karam" yang menampilkan beragam harta karun yang tersimpan di lautan Indonesia.
Pameran yang digelar sejak tanggal 12 November hingga 5 Desember 2012 ini, tak hanya memajang harta karun saja, tetapi, juga ada patung-patung yang memperlihatkan bagaimana benda-benda tersebut diambil dari dasar laut.
"Ke depannya, ujung tombak negara kita adalah tourism, salah satunya ecotourism. Ecotourism hampir sebulan ini dapat dinikmati di Museum Nasional," ujar Ursamsi Hinukartopati, Pemimpin Redaksi Majalah Travel Club, yang juga salah satu narasumber dalam talkshow.
Editor :I Made Asdhiana
Siapa sangka di dalam kapal yang karam tersebut, sering tersimpan 'harta karun' berupa keramik, logam atau mungkin emas, berasal dari muatan yang dibawa oleh para saudagar yang berlayar pada zaman dahulu.
"Kita mengklaim nenek moyangku orang pelaut," ungkap Cahyo Alkantara, seorang Traveler pada Talkshow dalam rangkaian acara Jejak-jejak Karam, di Museum Nasional, Jakarta, Senin (12/11/2012).
"Ya ungkapan itu telah kita dengar sejak kita masih anak-anak," tambah Cahyo.
"Tapi, apa benar kita telah benar-benar mencintai laut kita?" tanya Cahyo.
Seringkali, benda muatan kapal tenggelam (BMKT) yang seharusnya menjadi warisan budaya tersebut, justru tidak tersimpan di museum di Indonesia, ada pula yang justru menjadi milik negara lain.
Contohnya kapal Arab, bernama Jewel of Muscat, yang tenggelam di sekitar lautan Bangka-Belitung. Di dalamnya ditemukan sekitar 48.000 benda berharga seperti keramik, logam, kaca, kayu, gading, batu, dan tulang. Namun kini, sebagian koleksi disimpan di Museum Maritim di Singapura.
Nah, untuk menyadarkan dan mengingatkan akan kayanya hasil laut Indonesia kepada masyarakat luas, Museum Nasional atau yang lebih dikenal dengan Museum Gajah, menggelar pameran "Jejak-jejak Karam" yang menampilkan beragam harta karun yang tersimpan di lautan Indonesia.
Pameran yang digelar sejak tanggal 12 November hingga 5 Desember 2012 ini, tak hanya memajang harta karun saja, tetapi, juga ada patung-patung yang memperlihatkan bagaimana benda-benda tersebut diambil dari dasar laut.
"Ke depannya, ujung tombak negara kita adalah tourism, salah satunya ecotourism. Ecotourism hampir sebulan ini dapat dinikmati di Museum Nasional," ujar Ursamsi Hinukartopati, Pemimpin Redaksi Majalah Travel Club, yang juga salah satu narasumber dalam talkshow.
Editor :I Made Asdhiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar